Anak sekolah era ’80-an dan ’90-an pasti tak asing dengan majalah dinding (mading), tempat semua puisi dan curhat melekat. Rumah Edukasi Digital (RED) mencoba menghidupkan kembali nostalgia itu di sekolah lewat mading digital.
Di era ’80-an dan ’90-an mading sangat poluler sebagai ajang kreativitas siswa di sekolah. Ingat film “Ada Apa Dengan Cinta?”, di situ dikisahkan tokoh utama Cinta sebagai “aktivist” pers sekolah yang diwadahi lewat majalah dinding.
Mading memang tak bisa dllepaskan dari romantisme di sekolah. Meski belakangan pamornya mulai turun. Pamor yang coba diangkat kembali oleh RED lewat sentuhan transformasi digital.
“Kalau dulu, madingnya betul-betul menempel di dinding, sekarang bisa masuk ke teve layar besar, laptop, pad, bahkan ponsel,” sebut Muhammad Sulhi, founder RED, yang bersama Setyohadi Wiratmoko mendirikan RED di tengah-tengah maraknya pandemi Covid-19 pada tahun 2021.
Hari ini, Kamis 12 Juni 2025, RED memulai kampanye reinkarnasi mading itu lewat pelatihan Mading Creative Hub di SMA Negeri 31, Jakarta Timur. Pelatihan diikuti belasan siswa-siswi yang kelak akan diserahi tanggung jawab mengelola mading digital tersebut.
Materi pelatihan meliputi pembuatan konten, baik berupa narasi, foto, maupun video, serta penerapannya di aplikasi dan platform yang mendukung. Diharapkan, lewat mading digital ini bermunculan calon-calon jurnalis dan konten kreator yang mumpuni.
RED juga mendorong terbentuknya Lab Jurnalistik di tiap sekolah. “Dengan memahami proses pekerjaan jurnalistik sejak di sekolah, mereka akan menjadi generasi yang aware terhadap bahaya hoaks, misinformasi, dan disfinformasi. Karena kami juga menekankan pentingnya validasi data,” jelas Setyohadi.
RED selama ini mendukung giat literasi digital di institusi pendidikan. “Kegiatan kami banyak dilakukan di sekolah, pesantren, karang taruna, dan remaja masjid. Agar kelak jika menjadi konten kreator, mereka dapat menghasilkan karya-karya positif dan bermanfaat bagi masyarakat,” tutup Setyohadi. (*)